Pramuka masuk ke Indonesia pertama kali dibawa oleh orang Belanda dengan nama Nederland Indische Padvinders Vereniging (NIPV) yang berarti Persatuan Pandu-pandu Hindia Belanda. Organisasi kepanduan ini dengan cepat diterima oleh bangsa kita sebab sifatnya yang universal. Para pemuda sangat mebutuhkan organisasi yang bisa menampung aspirasi mereka sehingga berdirilah organisasi-organisasi kepanduan yang bercirikan nasionalisme. Organisasi kepanduan yang pertama didirikan adalah Javanse Padvinders Organisatie (JPO) pada tahun 1916 di Surabaya atas prakarsa Sultan Pangeran Mangkunegara VII.
JPO mempunyai pengaruh besar bagi para pemuda di daerah lainnya untuk mendirikan organisasi kepanduan lainnya seperti Jong Java Padvinders (JJP), National Islamitje Padvinders (NATIPIJ) Sarikat Islam Afdeling Padvinders (SIAP); yang pada waktu itu dianggap sebagai salah satu cara perjuangan para pemuda dalam usahanya mencapai kemerdekaan. Berdirinya organisasi-organisasi ini mebuat pemerinta kolonial Belanda sangat khawatir sehingga melarang para pemuda mengikuti kegiatan NIPV dan melarang menggunakan istilah Padvinders atau Padvinderij bagi organisasi pemuda waktu itu. Istilah Pandu dan Kepanduan dikemukakan pertama kali oleh KH Agus Salim dalam kongres SIAP di kota Banjarnegara, Banyumas, Jawa Tengah pada tahun 1928.
Tonggak kebangkitan nasional bangsa Indonesia adalah berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menjiwai Gerakan Kepanduan Nasionalisme kita semakin maju. Dengan meningkatnya kesadaran nasional, muncullah niat untuk mempersatukan organisasi-organisasi kepanduan yang ada. Pada tahun 1930 muncullah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), pada tahun 1931 terbentuk ferderasi kapanduan dengan nama Persatuan Antar Pandu-pandu Indonesia (PAPI) yang kemudian berubah menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada tahun 1938. Pandu Indonesia pertama kali mengikuti Jambore pada Jambore Dunia V di Volegenzang, Belanda pada tahun 1937 (Pandu Hindia Belanda).
Selama masa pendudukan Jepang, organisasi kepanduan dilarang sama sekali sehingga tokoh-tokoh kepanduan banyak yang masuk organisasi Seinedan, Keboidan, dan Pembela Tanah Air (PETA). Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berdirlah Pandu Rakyat Indonesia (PARI) pada tanggal 28 Desember 1945 sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di wilayah Republik Indonesia.
Setelah pengakuan kedaulatan NKRI, Indonesia memasuki masa pemerintahan liberal sehingga bermunculanlah kembali organisasi kepanduan seperti SIAP, Pandu Islam Indonesia, Pandu Kristen Indonesia, Pandu Katolik Indonesia, Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) dan lain-lain. Menjelang tahun 1961 kepanduan terpecah menjadi sekitar 100 lebih organisasi yang melemahkan nilai persatuan dan gerakan kepanduan Indonesia. Organisasi tersebut bergabung kedalam tiga federasi yaitu: Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) (13 september 1951), Persatuan Organisasi Pandu Putri Indonesia (POPPINDO) (1954), dan Perserikatan Kepanduan Putri Indonesia (PKPI).
Jambore Nasional Kepanduan pertama kali diadakan di pasar minggu, Jakarta pada tahun 1955 yang diselenggarakan oleh IPINDO. Selanjutnya ketiga federasi itu bergabung menjadi satu federasi yaitu Persatuan Kepanduan Indonesia (PERKINDO), namun sebagian organisasi anggota PERKINDO berada dibawah organisasi politik dan organisasi massa yang saling berbeda paham dan prinsip. Kondisi lemah kepanduan ini dimanfaatkan oleh pihak komunis memaksa gerakan kepanduan Indonesia menjadi Gerakan Pioner Muda seperti yang terdapat di negara-negara komunis.
Banyaknya organisasi ini membuat persatuan bangsa menjadi kurang baik, maka dengan bantuan Perdana Menteri Djuanda, tercapailah perjuangan untuk mepersatukan organisasi kepanduan kedalam satu wadah "Gerakan Pramuka" melalui Keputusan Presiden RI No. 238 tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka pada tanggal 20 Mei 1961. Kepres ini ditanda tangani oleh Ir. Djuanda selaku pejabat presiden RI sebab saat itu Ir. Sukarno selaku Presiden RI sedang berkunjung ke negeri Jepang.
Gerakan Kepanduan Indonesia memasuki keadaan yang baru dengan nama Gerakan Praja Muda Karana atau Gerakan Pramuka berdasarkan Kepres RI No. 238 tahun 1961 tersebut. Semua organisasi melebur kedalam Gerakan Pramuka, menetapkan Pancasila sebagai dasar Gerakan Pramuka. Gerakan Pramuka tidak berstatus badan pemerintah, diselenggarakan dengan aturan demokrasi dengan pengurus (Kwartir Nasional, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Kwartir Ranting) yang dipilih dalam musyawarah. Gerakan Pramuka berkembang menjadi organisasi yang sangat disegani dan telah berkembang dari kota ke kota hingga pelosok desa dan anggotanya pun semakin bertambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar